Pada hari Jumat (28/11/2020), Center for Identity and Urban Studies (CENTRIUS) mengadakan sebuah kegiatan Ekskurus kedua dengan tajuk “From Surabaya to Kitakyushu: Building Green Cities through Urban Relations”. Ekskursus merupakan sebuah forum yang bertujuan membahas tema-tema urban kontemporer melalui perspektif global dengan mengundang pemateri dari berbagai latar belakang. Edisi Eksursus kali ini didukung oleh Go-Work Coworking Space dan Ngopibareng.id. Edisi Ekskursus pertama diadakan tahun lalu pada 4 September 2019, bermitra dengan Institut Francais Indonesia di Surabaya.
Ekskursus dibuka oleh sambutan dari Direktur CENTRIUS, Dias Pabyantara. Menurut Dias, CENTRIUS dibentuk dengan upaya untuk membumikan isu-isu internasional kepada warga Surabaya. Terkait dengan tema Ekskursus kali ini, Dias menyatakan bahwa ia terinspirasi dari kerja sama Surabaya dengan Kitakyushu yang telah berjalan selama 22 tahun. “Ekskursus adalah upaya awal untuk menjembatani diskusi antara pengambil kebijakan, aktivis, serta akademisi,” ungkap Dias. Lewat Ekskursus, CENTRIUS berharap dapat meningkatkan kualitas hubungan antarmasyarakat antara Surabaya dan Kitakyushu.
Pemaparan pertama disajikan oleh Yazawa Takahiro, Konsul Ekonomi dan Transportasi dari Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya. Yazawa mengungkapkan bahwa hubungan Indonesia dan Jepang di bidang lingkungan merupakan hubungan yang produktif. Sebagai ilustrasi, Yazawa memberikan contoh pembangunan moda raya terpadu (MRT) di Jakarta serta program rehabilitasi fasilitas perairan di Pacitan. “Kerja sama Jepang dan Indonesia ini adalah salah satu upaya untuk memenuhi target Sustainable Development Goals (SDG), terutama di poin 13 tentang iklim.”
Presentasi berikutnya adalah dari Ryuta Hamamoto, Staf Senior dari Biro Lingkungan Kitakyushu Asian Center for Low Carbon Society. Sebagai perwakilan dari Kota Kitakyushu, Ryuta menyatakan bahwa kolaborasi Surabaya dan Kitakyushu memiliki potensi yang masih dapat dikembangkan. Di antara potensi yang disorot, salah satunya adalah kerja sama penanganan limbah medis menyusul adanya pandemik Covid-19. “Pemerintah Kitakyushu ingin selalu bisa membangun hubungan berbasis win-win solution dengan kota-kota lain,” ujar Ryuta.
Menanggapi presentasi dari pihak Pemerintah Kitakyushu, ada pula pemaparan dari Farah Andita sebagai Perwakilan Bagian Administrasi Kerja Sama Kota Surabaya. Menurut Farah, kerja sama dengan Kitakyushu ini memiliki nilai tersendiri bagi kota Surabaya. “Berbeda dari sister city Surabaya yang lain, kerja sama kami dengan Kitakyushu ini secara spesifik disebut green sister city,” ungkap Farah. Ia juga menambahkan bahwa kerja sama ini adalah aktivitas sister city Surabaya yang paling aktif.
Ekskursus juga mengundang Gracia Paramitha, dosen London School of Public Relations, sebagai perwakilan akademisi. Bagi Grace, sebagaimana ia akrab disapa, kota memiliki peran yang penting dalam upaya pelestarian lingkungan.”Dampak perubahan iklim dapat langsung dirasakan oleh masyarakat kota,” ungkap Grace. Sehingga, menurut Grace, diperlukan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam perumusan kebijakan kota terkait lingkungan. “Terkait hal tersebut, peran pemuda dan komunitas lokal menjadi penting,” pungkasnya.
Dari perspektif komunitas masyarakat, Syafrizal Zaqi dari Kampoeng Djoeang menekankan pentingnya kalangan muda untuk bisa aktif dalam merespons perubahan iklim. Dalam pemaparannya, Zaqi, panggilan akrabnya, menyoroti pentingnya peran komunitas pemuda dalam merawat lingkungan. Ia berpesan bahwa pemuda perlu membumikan isu lingkungan dengan efektif. Menurutnya, hal tersebut dapat dilaksanakan dengan turun ke masyarakat demi mengetahui apa yang dibutuhkan. “Pemuda bisa membuat perubahan sekecil apa pun,” ungkap Zaqi menutup pemaparannya.
0 Comments