Invasi Rusia ke Ukraina di Mata Netizen Indonesia


Kurangnya informasi, itulah hal yang disesalkan oleh Radityo Dharmaputra tentang ramainya perdebatan soal invasi Rusia ke Ukraina. Dalam sesi Capek Njurnal bersama Centrius, Mahasiswa doktoral Johan Skytte Institute of Political Studies ini mengatakan bahwa saat ini masih belum banyak masyarakat Indonesia tahu tentang Ukraina. Menurut Radit, bagaimana ia biasa disapa, hal tersebut mengakibatkan kita untuk kurang jernih dalam melihat permasalahan.

“Berbeda dari segala informasi tentang Rusia, Ukraina kurang banyak diketahui,” begitu ungkapnya.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Kholifatus Saadah, peneliti Centrius ini, Radit coba mengulas mengapa banyak orang Indonesia bersimpati dengan Rusia. Hal ini menurutnya unik, karena Rusia adalah pihak agressor dalam konflik antara Rusia dan Ukraina.

Pertama-tama, Radit melihat bahwa masyarakat Indonesia terkesan dengan imaji Rusia sebagai sebuah negara yang berani melawan Amerika Serikat. Menurutnya, sejumlah masyarakat Indonesia telah bosan melihat perilaku Amerika Serikat yang terkesan bermuka dua. Rusia, di aspek tersebut, seolah berhasil mengisi kekosongan dengan muncul sebagai sebuah negara heroik dan berani melawan ekspansi dunia Barat. Sementara itu, Ukraina di sini dipandang sebagai negara yang merapat ke Amerika Serikat.

Di sisi lain, Radit juga melihat bahwa faktor Presiden Vladimir Putin adalah salah satu alasan dukungan itu. Potret sosok Putin yang kerap digambarkan gagah berani, bahkan dalam beberapa meme ditampilkan dalam pose ekstrem seperti menunggang beruang, akhirnya melekat di benak masyarakat Indonesia. Sebaliknya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang merupakan mantan komedian bisa dikatakan jauh dari persona yang maskulin layaknya Putin. Bagi Radit, kerinduan masyarakat Indonesia akan sosok pemimpin gagah berani inilah yang mengakibatkan Rusia cenderung lebih populer.

Namun, tentu saja dalam hal ini Radit mewanti-wanti masyarakat Indonesia, khususnya para warganet, agar tidak terjebak pada pola pikir yang biner. Misalnya, ia melihat bahwa banyak warganet Indonesia bersorak melihat invasi Rusia ke Ukraina karena mereka anggap Ukraina pro-Israel.

“Tidak perlu kita membanding-bandingkan kasus lain, misalnya di Palestina, untuk mengecam invasi ke Ukraina. Kita bisa lho mengecam keduanya,” ujarnya. Bagi Radit, pola pikir yang serba hitam-putih akan menyulitkan kita untuk bersolidaritas pada kasus-kasus kemanusiaan lain.

Menutup sesi Capek Njurnal, ada sebuah pesan dari Radit untuk para warganet yang tertarik pada isu invasi Rusia ke Ukraina. Pesan itu adalah untuk tidak mudah menyederhanakan masalah. Hal itu membuatnya cukup resah, karena sebagai penstudi kawasan Rusia pun, Radit tak dapat menyebutkan satu faktor utama terjadinya invasi. Baginya, ada beberapa penjelasan dari sejumlah tingkat analisis. Misalnya, dari sudut pandang politik domestik, Radit melihat bahwa Presiden Putin mulai kehilangan popularitasnya. Kemudian, dari sudut pandang individual, kita juga bisa melihat bahwa usia Putin yang kian menua juga mendorongnya untuk membuat kebijakan yang dapat dikenang. Dari sudut pandang regional juga, menurut Radit, kita juga perlu untuk melihat dinamika kawasan.

“Studi tentang Rusia tak hanya tentang Rusia. Ini juga soal Ukraina dan negara-negara lain di sekitarnya,” pungkas Radit.

Simak diskusi selengkapnya di tautan siniar berikut.


0 Comments